Tantangan Orangtua Jaman Sekarang
Tantangan kita sebagai orangtua adalah harus menghadapi anak dengan eranya di jaman sekarang. Anak-anak kita hidup di jaman yang banyak mengalami pergeseran di banding dengan jaman kita dulu. Sekarang ini hiruk-pikuk dunia maya lebih heboh dibandingkan dunia nyata sendiri. Aliran deras informasi dan berbagai macam gaya hidup bisa kita lihat seolah nyata tanpa hijab. Salah satu pergeseran gaya hidup yang terjadi di kalangan anak-anak kita dewasa ini adalah berubahnya figur seorang idola. Inilah yang menjadi tantangan terbesar bagi para orangtua untuk mengembalikan anak-anak kita kepada kebenaran. Anak jaman sekarang lebih banyak mengidolakan artis-artis korea dan semacamnya yang jauh dari nilai–nilai Islam ketimbang mengidolakan nabi kita Muhammad shalallahu ‘alaihi wasalam.
Bunda, teruslah berusaha dan jangan lelah untuk senantiasa mengarahkan mereka kepada maslahat dan kebaikan. Masalah ini bukan perkara yang sepela, janganlah menutup mata akan perkara ini dan orangtua tidak boleh tinggal diam. Ingatlah selalu bahwasanya orang yang paling bertanggung jawab untuk menanamkan keimananan adalah kita sebagai orangtuanya. Maka kita terlebih dahululah yang harus tahu tentang pokok-pokok keimanan ini, lalu bagaimana caranya kemudian kita mengajarkan kepada mereka.
Prinsip-prinsip keimanan kepada Rasul
Berkaitan dengan Rukun Iman yang ke-empat, Iman Kepada Rasul, maka setiap muslim wajib mengimani bahwa Allah mempunyai Rasul-rasul yang menjadi utusan. Mereka adalah hamba-hamba Allah yang diistimewakan dengan wahyu. Mereka adalah para lelaki yang diutus kepada umat manusia, yang diperintahkan untuk mengesakan Allah, memberi kabar gembira bagi mereka yang taat dan memperingatkan manusia agar tidak menyekutukan Allah. Rasul menunjukkan umat kepada kebaikan dan menyampaikan kabar kepada mereka tentang pahala yang disiapkan bagi pelakunya, serta memperingatkan kepada mereka dari kejelekan dan siksaan yang disiapkan untuk yang melanggarnya. Allah berfirman :
رُّسُلاً مُّبَشِّرِينَ وَمُنذِرِينَ لِئَلاَّ يَكُونَ لِلنَّاسِ عَلَى اللهِ حُجَّةُُ بَعْدَ الرُّسُلِ وَكَانَ اللهُ عَزِيزًا حَكِيمًا
(Mereka Kami utus) selaku rasul-rasul pembawa berita gembira dan pemberi peringatan agar supaya tidak alasan bagi manusia membantah Allah sesudah diutusnya rasul-rasul itu. Dan adalah Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. [An Nisaa’:165].
Jumlah Nabi dan Rasul
Jumlah nabi dan rasul yang telah Allah utus sangat banyak. Dari Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu, beliau pernah bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai Rasulullah, berapakah jumlah rasul?”
Beliau menjawab:
ثلاثمائة وبضعة عشر جمّاً غفيرا
“Sekitar tiga ratus belasan orang. Banyak sekali.” (HR. Baihaqi dalam Syu’abul Iman no. 129 dan dishahihkan al-Albani dalam al–Misykah 5737).
Dalam riwayat lain ditegaskan: “315 orang.”
Kemudian dalam riwayat Abu Umamah, bahwa Abu Dzar bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Berapa jumlah persis para nabi.” Beliau menjawab:
مِائَةُ أَلْفٍ وَأَرْبَعَةٌ وَعِشْرُونَ أَلْفًا الرُّسُلُ مِنْ ذَلِكَ ثَلَاثُ مِائَةٍ وَخَمْسَةَ عَشَرَ جَمًّا غَفِيرًا
“Jumlah para nabi 124.000 orang, 315 diantara mereka adalah rasul. Banyak sekali.” (HR. Ahmad no. 22288 dan sanadnya dinilai shahih oleh al-Albani dalam al–Misykah).
Di antara mereka Allah subhanahu wata’ala memilih beberapa rasul ulul azmi. Mereka adalah Nabi Nuh, Ibrahim, Musa, Isa dan Muhammad.
Kita wajib menyakini seluruhnya dan meyakini Nabi Muhammad adalah yang paling mulia dan umat yang paling mulia adalah ummat Nabi Muhammad, maka betapa beruntungnya kita menjadi umat beliau. Sehingga sangat rugi sekali jika kita menjadikan orang lain sebagai idola.
Pemahaman seperti inilah yang harus kita tanamkan kepada anak-anak kita agar mereka menjadikan manusia yang paling mulia sebagai idolanya, dan bukan yang lainnya. Ingatlah bunda , bahwa tidak ada yang berada di zona aman untuk anak-anak kita sekarang ini, bahkan yang sudah berada di pesantren sekalipun. Tugas kitalah sebagai orangtua untuk terus mengajarkan kepada anak-anak kita bahwa Rasulullah Shalallahu ‘alaihiwasalam adalah manusia terbaik dan kita wajib membenarkan dan menjalankan syari’at yang belia bawa.
Mengetahui Rukun Syahadatain
Mengetahui makna kalimat yang mulia ini merupakan salah satu prinsip yang sangat mendasar pada ‘aqidah seorang muslim. Bagaimana tidak, karena jika seseorang mengucapkan kalimat tauhid ini maka dia tidak akan bisa melaksanakan konsekuensinya sebelum mengetahui apa maknanya serta dia tidak akan mendapatkan berbagai keutamaan kalimat yang mulia ini sampai dia mengetahui apa maknanya, mengamalkannya dan meninggal di atasnya.
Laa Ilaaha Illallah mengandung dua rukun asasi yang harus terpenuhi sebagai syarat diterimanya syahadat seorang muslim yang mengucapkan kalimat tersebut :
Pertama :An-Nafyu (penafian/penolakan/peniadaan) yang terkandung dalam kalimat Laa Ilaaha. Yaitu menafikan, menolak dan meniadakan seluruh sembahan yang berhak untuk disembah bagaimanapun jenis dan bentuknya dari kalangan makhluk, baik yang hidup apalagi yang mati, baik malaikat yang terdekat dengan Allah maupun Rasul yang terutus terlebih lagi makhluk yang derajatnya di bawah keduanya.
Kedua :Al-Itsbat (penetapan) yang terkandung dalam kalimat Illallah. Yaitu menetapkan seluruh ibadah baik yang lahir seperti sholat, zakat, haji, menyembelih dan lain-lain maupun yang batin seperti tawakkal, harapan, ketakutan, kecintaan dan lain-lain. Baik dari ucapan seperti dzikir, membaca Al-Qur’an berdoa dan sebagainya maupun perbuatan seperti ruku dan sujud sewaktu sholat, tawaf dan sa`i ketika haji dan lain-lain hanya untuk Allah saja.
Maka syahadat seseorang belumlah benar jika salah satu dari dua rukun itu atau kedua-duanya tidak terlaksana. Misalnya ada orang yang hanya meyakini Allah itu berhak disembah (hanya menetapkan) tetapi juga menyembah yang lain atau tidak mengingkari penyembahan selain Allah (tidak menafikan).
Berikut penyebutan beberapa ayat Al-Qur`an yang menerangkan dua rukun laa ilaha illallah ini :
فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطاَّغُوْتِ وَيُؤْمِنْ باِاللهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ باِلْعُرْوَةِ الْوُثْقاَ لاَ انفِصاَمَ لَهـاَ
“Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada thagut dan beriman kepada Allah maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus”. (QS. Al-Baqarah : 256).
Muhammad Hamba Allah dan Rasul-Nya
Syahadat Muhammad Rasulullah atau dengan redaksi yang lebih lengkap Muhammad Abdullahi wa Rasuluhu (Muhammad adalah hamba Allah dan rasul-Nya) mempunyai dua dasar pokok yang satu dengan yang lainnya tidak bisa dipisahkan karena merupakan satu kesatuan:
1. Nabi Muhammad adalah Abdullah (Hamba Allah), yaitu kita meyakini bahwa kedudukan beliau (dari satu sisi) sama dengan semua makhluk di hadapan Allah. Beliau dihidupkan, diatur, dikuasai dan dimatikan oleh Allah Ta’ala dan beliau juga tunduk, merendah dan menyembah hanya kepada Allah Ta’ala sama seperti makhluk-makhluk Allah yang lain, walaupun tingkat penyembahan beliau jelas lebih tinggi dibandingkan dengan makhluk yang lain.
2. Nabi Muhammad adalah Rasulullah (Utusan Allah), yaitu kita menetapkan bahwa kedudukan beliau (dari sisi yag lain) lebih tinggi di atas makhluk yang lain karena beliau adalah seorang rasul.
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah berkata, “Beliau (Nabi Muhammad) adalah seorang hamba (orang yang menyembah) maka tidak boleh disembah, dan beliau juga seorang rasul maka tidak boleh didustakan”.
Syarat Syahadat Muhammad Rasulullah
Syarat pengakuan Muhammad sebagai hamba dan utusan Allah yaitu :
1. Pengakuan terhadap risalah yang beliau bawa serta meyakini kebenarannya.
2. Mengucapkan syahadat dengan lisan.3. Mengikuti Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dengan mengamalkan ajaran yang beliau bawa dan meninggalkan apa yang beliau larang.
Sebagaimana dalam firman Allah Ta’ala dalam surah Al-Hasyr ayat 7, “Dan apa yang Rasululah datangkan kepada kalian maka ambillah dan apa yang dilarang kepada kalian darinya maka jauhilah dan bertaqwalah kepada Allah karena sesungguhnya Allah sangat keras siksa-Nya”.
4. Membenarkan seluruh berita yang beliau sampaikan.
Sebab sesungguhnya apa yang beliau bawa semuanya adalah kebenaran, karena merupakan wahyu dari Allah Azza wa Jalla. Sebagaimana dalam Al-Qur’an surah An-Najm ayat 3-4, “Dan dia tidak berbicara dari hawa nafsunya, kecuali itu adalah wahyu yang diwahyukan kepadanya”.
5. Mencintai beliau lebih daripada seluruh manusia bahkan diri kita sendiri.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Tiga perkara jika itu ada pada seseorang maka ia akan merasakan manisnya iman; orang yang mencintai orang lain, ia tidak mencintainya kecuali karena Allah, *orang yang Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai daripada selain keduanya*… Dst..
(HR. Muslim no 43)
6. Mengamalkan sunnah-sunnah beliau dalam kehidupan.
Bunda, sudahkah kita mengajarkan itu semua kepada anak-anak kita?
Sudahkah kita membiasakan anak-anak kita untuk menjalankan sunnah-sunnah Rasul dalam kehidupan sehari?
Bunda, kemaslah kisah-kisah teladan Nabi dengan cara yang menarik untuk anak-anak kita.Kenalkan anak-anak kita dengan buku-buku shiroh Nabi . Duduklah bersama anak-anak untuk sama-sama membaca dan membahasnya. Adakan Taklim rutin di rumah dengan keluarga dan anak-anak. Ajarkan pada anak kita akan implementasi kecintaan kita kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihiwasalam yaitu dengan menjunjung tinggi dan melaksanakan sunnah-sunnah beliau. Jadilah contoh nyata, wujudkan secara visual , jadikan kebiasaan menjalankan sunnah Nabi dalam keluarga. Misalnya dengan :
- Merutinkan membaca doa ketika memakai atau melepas pakaian.
- Membaca doa ketika masuk dan keluar rumah, masuk dan keluar WC.
- Membaca doa sebelum dan sesudah tidur.
- Merutinkan membaca dzikir pagi dan petang.
- Mengajak anak belajar sholat tahajud atau sholat dhuha.
- Membaca surat Al-Kahfi di malam Jum’at.
- Mengajak anak untuk datang dan mencintai majelis ilmu.
- Mengajarkan anak untuk amar ma’ruf nahi munkar, dan lain sebagainya
Terulah kita ingatkan anak-anak kita untuk menjalankan semua sunnah-sunnah Nabi itu, mencakup seluruh aspek dalam kehidupan kita .
Terangkan pada anak-anak kita tentang keutamaan mencintai sunnah-sunnah Nabi.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan anjuran khusus bagi orang yang selalu berusaha mengamalkan sunnah beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, terlebih lagi sunnah yang telah ditinggalkan kebanyakan orang. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
((من أحيا سنة من سنتي فعمل بها الناس، كان له مثل أجر من عمل بها، لا ينقص من أجورهم شيئاً))
“Barangsiapa yang menghidupkan satu sunnah dari sunnah-sunnahku, kemudian diamalkan oleh manusia, maka dia akan mendapatkan (pahala) seperti pahala orang-orang yang mengamalkannya, dengan tidak mengurangi pahala mereka sedikit pun“.
Hadits yang agung ini menunjukkan keutamaan besar bagi orang yang menghidupkan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, terlebih lagi sunnah yang telah ditinggalkan kebanyakan orang.
Maka biasakanlah anak-anak kita untuk senantiasa menjunjung tinggi dan mencintai sunnah-sunnah Nabi, sehingga kita mendapatkan keutamaan sebagai orang-orang yang mencintai Rasululullah shalallahu ‘alaihi wassalam.
Sumber referensi :
- Kajian Ummu Ihsan, MT Assunah Depok, Jum’at 19 Januari 2018 Gema Pesona Blok AM no 4
- Mencetak Generasi Rabbani, Ummu Ihsan Choiriyah dan Abu Ihsan Al-Atsary
- http://www.almanhaj.or.id